Sunday, December 7, 2014

Humor : Surat Dari Bapak


Padang, 10 Januari 1980
Menjumpai ananda si Malin Rancakbana di Jakarta. Ananda tercinta, Mudah-mudahan kau sehat-sehat ditemui surat bapak ini, yang bapak kirim via pos dengan perangko kilat khusus tiga ratus lima puluh rupiah. Lebih mahal dari perangko kilat menyambar. Tapi nggak papa, bapak baru terima gaji ke-empat belas.Demi kesehatanmu bapak anjurkan rajin-rajinlah push up di 'steambath'. Tapi jangan terlalu sering, cukup tiga kali seminggu. Kalau terlalu sering nanti kamu bisa terserang kanker dengkul. Sayangilah dengkulmu selagi muda sebab dengkul adalah modal utama untuk bisnis.

Mudah-mudahan pula sampai saat ini kau masih tetap anak bapak. Kalau kau sudah tidak mengakui lagi, yah itupun masih wajar. Sebab konstruksi tubuhmu itu dulunya dikerjakan oleh teman bapak yang sekantor. Kau jangan berkecil hati, walau dirimu itu hasil karya orang lain, toh masih bapak yang meng-editnya.Bukan berarti bapak tidak mau mengerjakannya. Kau kan tahu sendiri, bapak orangnya boros. Daripada bahan baku habis bangunan tidak selesai, kan lebih baik diupahin sama orang lain. Ini juga berarti pemerataan kesempatan kerja.

Oh iya, membaca suratmu yang terakhir kemarin, bapak juga merasa bangga. Rupanya kau sudah mulai berdiri diatas kaki sendiri. Berarti setelah lima tahun kuliah kau sudah tahu apa fungsinya kaki. Mudah-mudahan setelah dapat sarjana nanti, kau akan tahu apa fungsinya tangan, hidung, bibir, paha dan selah-selahnya.Nah, oleh sebab itu kiriman bapak tiga juta setiap bulan sekarang bapak stop dulu. Sebagai gantinya bapak kirimkan tiga rim kertas folio yang berisi tanda tangan bapak. Nah gunakanlah untuk kesejahteraanmu.Jangan malu-malu nak, 'acuh bae-bae' saja dengan omongan orang lain. Kan ada pepatah mengatakan "Anjing menggonggong si kafir tetap berlalu". Nah, anggap saja orang-orang yang ngomong itu anjing dan kamu sebagai si kafirnya.Bukan berarti bapak menyuruh kamu jadi kafiran. Pada zaman merdeka ini kau juga boleh pilih diantara dua itu, mau jadi anjing atau mau jadi kafir.Menurut bapak lebih baik jadi si kafir. Sebab kalau jadi anjing, nanti kau diculik mereka-mereka itu. Jangan kau lewat-lewat Grogol bahaya kau nanti, bisa-bisa kau disate sama mereka-mereka itu.

Minggu kemarin juga kami di kampung melihat fotomu dan kawan-kawanmu terpampang disebuah koran. Kalian sedang duduk-duduk di teras gedung DPR. Kami kira kau pindah indekos kesana.Tahu-tahunya kau ikut-ikut begituan ya, nakal kamu ya. Hati-hati nak nanti kamu ketangkep. Belajar saja biar cepat dapat titel, manut-manut saja nak dengan segala peraturan.Nanti setelah tamat kuliah cari kedudukan cari harta yang banyak. Jangan pilih-pilih haram atau halal nanti kamu nggak kebagian. Sekarang ini saja yang haram tinggal sedikit, apalagi yang halal. Camkan ya nasehat bapak ini.

Sudah cukup disini, akhir kata bapak ucapkan amit-amit jabang bayi. 

Sekian bapakmu, Si Malin Kundang 

Nb:Jangan gelisah tentang bapak digosipkan dengan seorang peragawati itu. Semua itu memang benar bapak akan kawin dengan dia. Beruntunglah kamu dapat ibu cakep, entar kan bisa gantian. Jangan percaya tentang dongeng ibu tiri nak. Sekejam-kejam ibu tiri masih lebih kejam ibu kota.

=== Cerita ini hanyalah untuk kepentingan HUMOR SEMATA ===

Friday, December 5, 2014

SEBATANG ROKOK TERAKHIR

Akhir bulan memang sebuah momen yang sangat berat, seluruh amunisi telah terkuras sementara perang masih berlangsung. Nasib anak kost yang klasik yang sudah menjadi rahasia umum.
Sebatang rokok terakhir
Sebatang rokok terakhir

Kulihat  benda kotak putih dengan label huruf A ditengahnya di kelilingi warna merah. Ada sebuah benda di dalamnya berbentuk bulat panjang. Awalnya mereka ada 16 namun kini tinggal satu, yang lainnya telah berlalu menunaikan fungsinya menemani peniknatnya. Kini haya tinggal satu sementara malam masih panjang.

Lama kupandangi rokok sebatang ini, kuperhatikan ujungnya yang rata sepreti bekas potongan pisau tajam, kulihat bagian pangkalnya sungguh putih bersih serperti tak berdosa, kulihat bagian pinggang sampai keujung ada goresan-goresan lurus juga melingkar menambah penampilan yang sempurna.
Menikmati Sebatang Roko Terakhir
Menikmati Sebatang Roko Terakhir

Kini dia harus pergi seperti lima belas temannya, sekarang dia dibutuhkan penikmatnya. Kuambil macis lalu kupatik. Kuhisap kunikmati setiap kepulan asap yang masuk melalui rongga mulut kurasakan hangat di paru-paru.  Sebatang rokok terakhir yang menemani ku tengah malam ini di depan kompi. Sebatang rokok terakhir yang menemani ku berselancar di dunia maya. Tanpa mu terasa ada yang kurang .